Senin, 27 Oktober 2008

NISKALA WASTU KANCANA


PRABU NISKALA WASTU KANCANA :
INILAH JEJAK (TAPAK) (DI) KAWALI TAPA BELIAU YANG MULIA PRABHU RAJA WASTU, YANG MENDIRIKAN BENTENG (BERTAHTA) DI KAWALI YANG TELAH MEMPERINDAH KEDATON SURAWISESA, YANG MEMBUAT PARIT PERTAHANAN DI SEKELILING KERAJAAN, YANG MEMAKMURKAN PEMUKIMAN , KEPADA YANG DATANG , HENDAKNYA MENERAPKAN KESELAMATAN SBG LANDASAN KEMENANGAN HIDUP DI DUNIA.





Prabu Niskala Wastu Kancana adalah putera Prabu Maharaja Lingga Buana yang gugur di medan Bubat dalam tahun 1357. Ketika Ayahanda Prabu Niskala Wastu Wafat pada saat perang Bubat dengan Gajah Mada, usia Wastu Kancana baru 9 tahun dan ia adalah satu-satunya ahli waris kerajaan yang hidup karena ketiga kakaknya meninggal. Pemerintahan kemudian diwakili oleh pamannya Mangkubumi Suradipati atau Prabu Bunisora (ada juga yang menyebut Prabu Kuda Lalean, sedangkan dalam Babad Panjalu disebut Prabu Borosngora. Selain itu ia pun dijuluki Batara Guru di Jampang karena ia menjadi pertapa dan resi yang ulung). Mangkubumi Suradipati dimakamkan di Geger Omas.



Setelah pemerintahan di jalankan pamannya yang sekaligus juga mertuanya, Wastu Kancana dinobatkan menjadi raja pada tahun 1371 pada usia 23 tahun. Permaisurinya yang pertama adalah Lara Sarkati puteri Lampung. Dari perkawinan ini lahir Sang Haliwungan, yang setelah dinobatkan menjadi Raja Sunda bergelar Prabu Susuktunggal. Permaisuri yang kedua adalah Mayangsari puteri sulung Bunisora atau Mangkubumi Suradipati. Dari perkawinannya dengan Mayangsari lahir Ningrat Kancana, yang setelah menjadi penguasa Galuh bergelar Prabu Dewa Niskala.

Setelah Wastu Kancana wafat tahun 1475, kerajaan dipecah dua diantara Susuktunggal dan Dewa Niskala dalam kedudukan sederajat. Politik kesatuan wilayah telah membuat jalinan perkawinan antar cucu Wastu Kencana. Jayadewata, putera Dewa Niskala, mula-mula memperistri Ambetkasih, puteri Ki Gedeng Sindangkasih, kemudian memperistri Subanglarang. Yang terakhir ini adalah puteri Ki Gedeng Tapa yang menjadi Raja Singapura.
Subanglarang ini keluaran pesantren Pondok Quro di Pura, Karawang. Ia seorang wanita muslim murid Syekh Hasanudin yang menganut Mazhab Hanafi. Pesantren Qura di Karawang didirikan tahun 1416 dalam masa pemerintahan Wastu Kancana. Subanglarang belajar di situ selama dua tahun. Ia adalah nenek Syarif Hidayatullah.
Kemudian Jayadewata memperistri Kentring Manik Mayang Sunda puteri Prabu Susuktunggal. Jadilah antara Raja Sunda dan Raja Galuh yang seayah ini menjadi besan.

JAYADEWATA adalah apa yang sekarang ini dikenal sebagai SRI BADUGA MAHARAJA atau Prabu Siliwangi.

PRABU NISKALA WASTU KANCANA adalah salah satu Raja Sunda/Galuh yang namanya ada dibeberapa prasasti di Jawa Barat dan juga terdapat dalam Naskah Kuno CARITA PARAHYANGAN serta PUSTAKA RAJYARAJYA I BHUMI NUSANTARA karya P.Wangsakerta.


1. Prasasti Batutulis Bogor :




Prasasti Batutulis Bogor


tulisannya :

Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun,
diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana
di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu hajj di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata
pun ya nu nyusuk na pakwan
diva anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang
ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyanl sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m) ban bumi


Terjemahan :

Semoga selamat, ini tanda peringatan Prabu Ratu almarhum
Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana ,
dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.
Dialah yang membuat parit (pertahanan) PAKUAN
Dia putera Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang dipusarakan ke Nusa Larang.
Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk hutan Samida[1], membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya (dibuat) dalam (tahun) Saka "Panca Pandawa Mengemban Bumi".


Catatan :

-Lokasi hutan samida ini konon yang sekarang dipakai sebagai Kebun Raya Bogor.
-Ini adalah sangkala yang artinya adalah 5 5 4 1 atau kalau dibalik adalah 1455 Saka (1533 Masehi)


2. Prasasti Astana Gede , Kawali


Prasasti Astana Gede atau Prasasti Kawali merujuk pada beberapa prasasti yang ditemukan di kawasan KABUYUTAN KAWALI, kabupaten Ciamis , Jawa Barat , terutama pada prasasti "utama" yang bertulisan paling banyak (Prasasti Kawali I). Adapun secara keseluruhan, terdapat enam prasasti. Kesemua prasasti ini menggunakan bahasa dan AKSARA SUNDA (Kaganga). Meskipun tidak berisi candrasangkala , prasasti ini diperkirakan berasal dari paruh kedua abad ke-14 berdasarkan nama raja .

Berdasarkan perbandingan dengan peninggalan sejarah lainnya seperti naskah Carita Parahyangan dan Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara, dapat disimpulkan bahwa Prasasti Kawali I ini merupakan sakakala atau tugu peringatan untuk mengenang kejayaan Prabu Niskala Wastu Kancana, penguasa Sunda yang bertahta di Kawali, putra Prabu Linggabuana yang gugur di Bubat.


Prasasti I : Astana Gede - Kawali , Ciamis


Teks di bagian muka:

nihan tapa kawa-
li nu sang hyang mulia tapa bha-
gya parĕbu raja wastu
mangadĕg di kuta ka-
wali nu mahayuna kadatuan
sura wisesa nu marigi sa-
kuliling dayĕh. nu najur sakala
desa aja manu panderi pakĕna
gawe ring hayu pakĕn hebel ja
ya dina buana

Teks di bagian tepi tebal:

hayua diponah-ponah
hayua dicawuh-cawuh
inya neker inya angger
inya ninycak inya rempag


Terjemahan teks di bagian muka:


Inilah jejak (tapak) (di) Kawali (dari) tapa beliau Yang Mulia Prabu Raja Wastu (yang) mendirikan pertahanan (bertahta di) Kawali, yang telah memperindah kedaton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan di sekeliling wilayah kerajaan, yang memakmurkan seluruh pemukiman. Kepada yang akan datang, hendaknya menerapkan keselamatan sebagai landasan kemenangan hidup di dunia.

Teks di bagian tepi tebal:

Jangan dimusnahkan!
Jangang semena-mena!
Ia dihormati, ia tetap.
Ia menginjak, ia roboh.



Di Batu inilah Para Raja Galuh dan Juga Raja Sunda dinobatkan
menjadi Raja ( terletak di Kabuyutan Kawali ) : Astana Gede.



Ini adalah tempat bercermin ( Lubang ditengah berisi air ) para permaisuri dan Putri
kerajaan Galuh / Sunda .




Prasasti Kawali III



Prasasti Kawali II


PRASASTI II.

Aya ma
nu ngeusi bha-
gya kawali ba-
ri pakena kere-
ta bener
pakeun na(n)jeur
na juritan.

Terjemahannya :
(semoga ada (mereka) yang kemudian mengisi (negeri) Kawali ini dengan kebahagiaan sambil membiasakan diri berbuat kesejahteraan sejati agar tetap unggul dalam perang).

Wasiat ini benar-benar memiliki makna yang universal. Mungkin jika dilarapkan untuk teori kepemimpinan tepat juga jika kaitkan dengan pepatah : Raja adil raja disembah – raja lalim raja disanggah. Raja yang tak mampu mensejahtrahkan rakyatnya, maka ia tak mungkin menguasai pentataan rakyatnya.

=PRASASTI KAWALI III

Prasasti kawali III berisikan : " Semoga ada yang menghuni di Kawali ini yang melaksanakan kemakmuran dan keadilan agar unggul dalam perang.

=PRASASTI KAWALI IV

Prasasti Kawali IV berisikan : " Sang Hyang Lingga Bingba "

=PRASASTI KAWALI V.

Prasasti Kawali V berisikan : Membentuk kotak kotak bujur sangkar berjumlah 45 buah ( 9 x 5 kotak ) seperti kalender ( kolenjer ). dibawah Kolenjer terdapat gambar telapak tangan dan sepasang telapak kaki.
Prasasti Kawali V berisikan : " Demikianlah ". kemungkinan prasasti ini adalah prasasti penutup, meskipun prasasti yang lain belum dapat diurutkan secara pasti

=PRASASTI KAWALI VI.
Prasasti yang berukuran panjang 72 cm dan lebar 62 cm , dalam posisi tidur didalamnya terdapat 6 baris tulisan.
berisikan : "peninggalan dari (yang) astiti (dari) rasa yang ada, yang menghuni kota ini jangan berjudi bisa sengsara ".


==========

Foto : Pribadi (selain foto batutulis Bogor : Wikipedia )
Bahan cerita : Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar